Pages

Subscribe:

Sabtu, 04 Februari 2012

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DIMASA BELANDA

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pola dan kebijakan pendidikan islam diindonesia tidak dapat lepas dari apa yang di ilustrasikan pada kebijakan pemerintah Belanda terhadap Indonesia, yang memberi gambaran bahwa hubungan pertama antara pengembangan agama islam dengan berbai jenis kebudayaan di Indonesia merupakan suatu akomodasi kulturasi yang ditemukan.
Memang diakui Belanda cukup banyak mewarnai sejarah perjalanan di Indonesia dengan peristiwa dan pengalaman yang tercatat sejak kedatangan Belanda di Indonesia, baik perorangan dan kemudian diorganisasikan dalam bentuk kongsi dagang yang bernama VOC dan lain-lain.[1]
Dalam masalah sejarah pendidikan islam di Indonesia tidak lepas dari kedatangan Belanda ke Indonesia, kedatangan Belanda di salah satu pihak memang telah membawa  kemajuan teknologi, tetapi kemajuan tersebut hanyalah untuk meningkatkan hasi penjajahannya.[2]


1.2  Rumusan Masalah
1)   Bagaimana sejarah pendidikan Islam zaman Belanda?
2)   Kebijakan belanda dalam masalah pendidikan di Indonesia?
3)   Macam – macam lembaga pendidikan di Indonesia?

1.3  Tujuan
1)   Agar dapat mengetahui sejarah pendidikan islam di Indonesia.
2)   Agar mahasiswa mengetahui kebijakan apa yang dilakukan Belanda terhadap pendidikan islam di Indonesia.
3)   Agar mengetahui macam – macam lembaga pendidikan di zaman Belanda.

PEMBAHASAN

2.1       Sejarah Pendidikan Dimasa Belanda
Penaklukan bangsa Barat atas bangsa Timur dimulai dengan jalan perdagangan, kemudian dengan kekuatan militer. Kedatangan  Belanda memang telah membawa kemajuan teknologi. Tetapi tujuannya adalah untukmeningkatkan hasil jajahannya, bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah. Begitu pula  di dalam bidang pendidikan. Sebagian bangsa penjajah pada umumnya menganut fikiran Achiavelli yang mengatakan antara lain.
a)      Agama sangat diperlukan bagi pemerintah jajahan
b)      Agama tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukkan rakyat.
c)      Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus dibawa untuk memecah belah dan agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada pemerintah.
d)     Janji pada masyarakat tidak perlu ditepati jika merugikan.
e)      Tujuan dapat menghalalkan segala cara.
Pemerintah Belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta, dan diawali oleh Sultan Agung Mataram yang bergelar Sultan Abdurahman Khalifatullah Sayidin Panotogomo.
Ketika Van Den Boss menjadi Gubernur Jendral di Jakarta pada tahun 1831 M, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Departemen sekolah dan agama dijadikan satu.
Pada tahun 1883 M, pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan islam yang disebut Priesterraden. Atas nasehat dari badan inilah maka pada tahun 1905 M pemerintah mengeluarkan peratturan yang isinya bahwa orang yang memberikan pengajaran (baca pengajian) harus minta izin lebih dahulu.
Pada tahun 1925 M pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan agama Islam bahwa tidak semua orang (kyai) boleh memberikan pengajaran mengaji. Pengaturan itu mungkin disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan Islam yang sudah tampak tumbuh seperti Muhammadiyah, Partai Syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdlatun Wathan dan lain-lain.[3]
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.
Kondisi pendidikan di zaman VOC juga tidak melebihi perkembangan pendidikan di zaman Portugis atau Spanyol. Pendidikan diadakan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan penduduk pribumi. VOC memang mendirikan sekolah-sekolah baru selain mengambil alih lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya berstatus milik penguasa kolonial Portugis atau gereja Katholik Roma. Secara geografis, pusat pendidikan yang dikelola VOC juga relative terbatas di daerah Maluku dan sekitarnya. Di Sumatera, Jawa dan Sulawesi, VOC memilih untuk tidak melakukan kontak langsung dengan penduduk, tetapi mempergunakan mediasi para penguasa lokal pribumi. Jikalaupun ada, itu hanya berada di pusat konsentrasi pendudukannya yang ditujukan bagi para pegawai dan keluarganya.
Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
(1)          Pendidikan Dasar
Berdasar peraturan tahun 1778, dibagi kedalam 3 kelas berdasar rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca, menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk berhitung. Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus pada alphabet dan mengeja kata-kata. Proses kenaikan kelas tidak jelas disebutkan, hanya didasarkan pada kemampuan secara individual. Pendidikan dasar ini berupaya untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Contoh pendidikan dasar ini antara lain Batavische school (Sekolah Betawi, berdiri tahun 1622); Burgerschool (Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630).
(2)          Sekolah Latin
Diawali dengan sistem numpang-tinggal (in de kost) di rumah pendeta tahun 1642. Sesuai namanya, selain bahasa Belanda dan materi agama, mata pelajaran utamanya adalah bahasa Latin. Setelah mengalami buka-tutup, akhirnya sekolah ini secara permanent ditutup tahun 1670.
(3)          Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
Sekolah untuk mendidik calon-calon pendeta, yang didirikan pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun 1745 di Jakarta. Sekolah dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1 belajar membaca, menulis, bahasa Belanda, Melayu dan Portugis serta materi dasar-dasar agama. Kelas 2 pelajarannya ditambah bahasa Latin. Kelas 3 ditambah materi bahasa Yunani dan Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya. Untuk kelas 4 materinya pendalaman yang diasuh langsung oleh kepala sekolahnya. Sistem pendidikannya asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari dan Sekolah ini hanya bertahan selama 10 tahun.
(4)          Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
Berdiri tahun 1743, dimaksudkan untuk mendidik calon perwira pelayaran dengan lama studi 6 tahun. Materi pelajarannya meliputi matematika, bahasa Latin, bahasa ketimuran (Melayu, Malabar dan Persia), navigasi, menulis, menggambar, agama, keterampilan naik kuda, anggar, dan dansa. Tetapi iapun akhirnya ditutup tahun 1755.
(5)          Sekolah Cina
Pada tahun 1737 didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina) tahun 1740. selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya dari masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787.
(6)          Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya.
Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:
(1) Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu;
(2) Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial;
(3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di Jawa.;
 (4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial. Jadi secara tidak langsung, Belanda telah memanfaatkan kelas aristokrat pribumi untuk melanggengkan status quo kekuasaan kolonial di Indonesia.
3.1 Kesimpulan
Dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia zaman Belanda banyak sistem-sistem pendidikan untuk mengatur pendidikan yang ada di Indonesia agar tidak menimbulkan kerugian bagi pemerintahan Belanda. Pemerintah Belanda kawatir apabila pendidikan Islam di Indonesia tidak diawasi dapat menimbulkan gerakan – gerakan yang dapat mengancam pemerintahan Belanda. Pada zaman Belanda sistem pendidikan dapat digambarkam seperti, pendidikan dasar, sekolah latin, sekolahseminari, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Maksum. 1999. Madrasah:Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam.  Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Zuhairini dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Zuhairi,dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara


[1] Zuhairi,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 146
[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 297-298
[3] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:…, 1986), h. 148

Tidak ada komentar:

Posting Komentar